Judul : Kedekatan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto, Yang Tidak Suka Jangan PANIK.....
link : Kedekatan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto, Yang Tidak Suka Jangan PANIK.....
Kedekatan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto, Yang Tidak Suka Jangan PANIK.....
"Kedekatan Presiden Soekarno-Presid en Soeharto" (Antara Tudingan dan Realitas).
Hubungan Presiden Soekarno-Presid
Transisi kepemimpinan Indonesia dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto yang diwarnai munculnya Supersemar juga sering dipandang sebagai bentuk pembangkangan Mayjen Soeharto kepada Presiden Soekarno. Namun apabila dicermati secara mendalam, proses-proses itu sebenarnya atas dukungan penuh Presiden Soekarno dengan tetap mempertahankan sikap menduanya. PKI Secara eksternal ia melakukan megaphone diplomacy, dengan menampakkan pembelaan dan dukungannya mempertahankan status hukum PKI. Ia juga tetap membuka saluran-saluran
Sedangkan secara internal ia memberi dukungan legal-formal atas langkah-langkah
Presiden Soekarno memahami betul kompetensi kemiliteran dan penguasaan Mayjen Soeharto atas kendali pasukan. Ia paham bagaimana karakter Mayjen Soeharto yang tidak bisa dihalangi ketika bimbingan keyakinannya telah menuntun untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Namun atas semua keteguhan sikap Mayjen Soeharto, Presiden Soekarno juga paham tidak pernah ada catatan sejarah perilaku/
Atas kontribusi Soeharto mudalah eksistensi Presiden Seokarno membawa kemegahan Indonesia bisa berjalalan. Presiden Soekarno sepertinya sudah mengkalkulasi dualisme kepemimpinan militer pada tanggal itu akan dengan mudah diatasi Mayjen Soeharto.Pada tanggal 14 Oktober 1965 —kurang dua minggu sejak kudeta PKI— Presiden mengangkat Mayjen Soeharto sebagai Men/
Keputusan itu disusul dengan pembentukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada tanggal 6 Desember 1965. Secara jelas Presiden menunjukkan sikapnya menyetujui gagasan Mayjen Soeharto untuk melakukan pembersihan terhadap pelaku G 30 S/
Penerbitan Surat Perintah tersebut secara jelas memberikan keleluasaan cukup besar kepada orang yang sudah diketahui Presiden sangat tidak bersahabat dengan PKI beserta orang-orang yang terlibat dalam peristiwa G 30 S/
Penpres tersebut secara mudah dapat dipahami tidak memiliki implikasi hukum sama sekali untuk menghapus tindakan Mayjen Soeharto membubarkan PKI. Terkecuali jika melalui surat perintah yang sama, Presiden menyatakan mencabut keputusan pemegang mandat (Mayjen Soeharto) membubarkan PKI dan menyatakan membatalkan pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya. Tindakan Mayjen Soeharto bahkan disahkan oleh MPRS berdasarkan TAP MPRS No. XXV/MPRS/
baca juga : Kebaikan dan Kejahatan Di Dunia Ini Tidak Sesederhana Yang Kita Sering Pikirkan
Presiden dengan kekuasaan yang masih dimilikinya sangat memungkinkan mengganti Mayjen Soeharto sebagai Men/
Namun untuk segera meninggalkan Blok Timur, ia akan menjumpai kenyataan posisi Indonesia tinggal sendirian dalam panggung internasional. Selama ini pijakan diplomasinya dibangun atas tumpuan dukungan negara-negara Blok Timur. Sedangkan meminta dukungan barat merupakan kemustahilan mengingat dalam beberapa tahun sebelumnya telah ia tempatkan sebagai musuh besar dengan menikamnya berkali-kali (seperti keluar dari PBB, gagasan Nefos dan kampanye melawan Amerika maupun Inggris).Sikap Presiden Soekarno terlihat jelas dari dialektikanya dengan Mayjen Soeharto mengenai pembubaran PKI sebagai jalan keluar terciptanya stabilitas bangsa. Mayjen Soeharto menyatakan rakyat akan mendukungnya 100% jika Presiden mengambil langkah seperti peristiwa Madiun, dengan membubarkan PKI.
Presiden Soekarno menyatakan hal itu tidak mungkin, mengingat ia telah mempromosikan Nasakom sebagai pilar gerakan Non Blok. Mayjen Soeharto kemudian menyediakan dirinya sebagai bamper untuk menghilangkan kom-nya, sementara Presiden Soekarno mendukung dari jauh saja. Dialektika itu membawa pada sesi mengharukan dimana Presiden Soekarno menanyakan hendak diperlakukan seperti apa dirinya nanti. Mayjen Soeharto menjawabnya dengan menyatakan hendak mikul duwur mendem jero (melindungi pimpinan yang dihormatinya itu)[1].Setelah melihat kesungguhan upaya Mayjen Soeharto, Presiden kemudian “melimbungkan diri” dengan mengambil resiko melawan arus besar tuntutan masyarakat untuk tidak membubarkan PKI, sambil melihat kemampuan Mayjen Soeharto mengendalikan keadaan. Ia tetap membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh PKI —dan memberikan harapan bahwa melalui dirinya eksistensi PKI tetap bisa dipertahankan— namun pada saat bersamaan membekali Mayjen Soeharto dengan instrumen legal-formal agar arah perjalanan bangsa memperoleh pijakan baru[2].
Oleh karena itu dalam perspektif ini dapat dimaklumi penolakan Presiden Soekarno terhadap dukungan sejumlah satuan ketentaraan yang bermasud membela dirinya melawan kebijakan Mayjen Soeharto. Tentu saja mind games yang dilancarkan Presiden Soekarno-Mayjen
Namun pada malam setelah dilantik MPRS sebagai Pejabat Presiden, Mayjen Soeharto membuat pernyataan mengejutkan melalui TVRI yang menyatakan bahwa untuk sementara waktu menganggap Soekarno sebagai Presiden, walaupun tanpa memiliki kekuasaan eksekutif sama sekali. Ia beralasan bahwa berdasarkan kesaksian tim dokter di bawah sumpah, kesehatan mantan Presiden Soekarno sedang memburuk. Ia meminta pengertian rakyat untuk membiarkan dirinya memperlakukan Soekarno sebagai Presiden[3].Sayang
Tuduhan itu menyangkut aspek-aspek mikro seperti pemindahan mantan Presiden Soekarno dari Istana Bogor ke Wisma Yaso, pengasingan dari kolega-kolega terdekat dan pengingkaran wasiat tempat peristirahatan sewaktu meninggal. Tudingan itu dimanfaatkan untuk menyudutkan Presiden Soeharto sekaligus menarik simpati pendukung mantan Presiden Soekarno agar dapat dimobilisasi sebagai pendukung agenda politiknya.Pemi
Mengenai pemakaman di Blitar, publik banyak yang tidak paham bahwa Presiden Soeharto dibuat sulit adanya dua surat wasiat Presiden Soekarno yang menyatakan ingin dimakamkan bersama salah satu istrinya. Salah satu istri memiliki satu surat wasiat, sedangkan istri yang lain juga memiliki surat wasiat yang sama. Secara diplomatis Presiden Soeharto kemudian mengarahkan agar Presiden Soekarno dimakamkan di dekat makam ibunya.Berkaita
Tidak mustahil koordinasinya dengan negara-negara Blok Timur, khususnya RRC akan mendorong agen-agen komunis untuk melakukan tindakan yang membahayakan jiwa mantan Presiden Soekarno. Sterilisasi dari orang-orang terdekatnya dimaksudkan untuk membentengi dari kemungkinan masuknya ancaman yang dilakukan dengan memanfaatkan orang-orang terdekatnya. Informasi yang diperoleh dari orang-orang terdekat dapat saja menjadi telaah untuk membuat skenario menghabisi mantan Presiden Soekarno. Apabila menengok kebelakang, sakit parahnya Presiden sebelum kudeta juga dimungkinkan karena dikelilingi dokter-dokter yang tidak steril (dokter RRC).
Kelak setelah menjabat sebagai Presiden, Mayjen Soeharto memenuhi janjinya kepada Presiden Soekarno untuk menjaga kelangsungan rekonstruksi peradaban nusantara dengan membangun citra positif Indonesia dalam pentas internasional. Asean dan Gerakan Non Blok dikelola secara konsisten untuk tidak berada dalam kendali Blok Barat maupun Blok Timur. Ia galang konsensus nasional untuk kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 serta mengarahkan seluruh rakyat untuk membangun sendi-sendi perekonomian bangsa. Sejak itulah agenda tinggal landas dilancarkan dalam rangka melanjutkan cita-cita berdikari yang gelorakan Presiden Soekarno.
sumber : FB
baca juga : SIAL!! BELUM TENTU, Yuk Update Peta Kehidupan Kita
Demikianlah Artikel Kedekatan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto, Yang Tidak Suka Jangan PANIK.....
Sekianlah artikel Kedekatan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto, Yang Tidak Suka Jangan PANIK..... kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Kedekatan Presiden Soekarno-Presiden Soeharto, Yang Tidak Suka Jangan PANIK..... dengan alamat link http://jangandibacaok.blogspot.com/2016/04/kedekatan-presiden-soekarno-presiden-soeharto.html
Komentar yang sopan ya....
Semoga bermanfaat...